Awal Mei 2016 ini diwarnai dengan aksi sweeping dan penyitaan terhadap buku-buku yang dipandang membawa paham tertentu. Puncaknya, beberapa penerbit dan toko buku di Yogyakarta disatroni aparat. Mereka menyita beberapa buku.
Terhadap situasi ini, Masyarakat Literasi Yogyakarta (MLY) bersikap. Masyarakat Literasi Yogyakarta terdiri dari banyak aktivis literasi, mulai dari penerbit, lembaga percetakan, toko buku, pelapak online, asosiasi buku, pembaca, pegiat media komunitas dan literasi, perupa, media independen, dan organisasi kemahasiswaan.
MLY membacakan Tujuh Maklumat Buku yang dibacakan di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta pada 17 Mei 2016 lalu. Berikut adalah isi lengkap maklumat tersebut:
1. Kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat di hadapan orang banyak lewat berbagai media, termasuk persamuan seni-budaya dan penerbitan buku, adalah amanat reformasi dan konstitusi yang mesti dijaga serta dirawat bersama dalam kerangka kebhinnekaan sebagai bangsa.
2. Setiap perselisihan pendapat atas pikiran yang berbeda hendaknya diselesaikan dengan jalan dialog dan/atau mimbar-mimbar perdebatan untuk memperkaya khasanah pengetahuan dan keilmuan.
3. Segala bentuk pelarangan atas penerbitan buku dan produk-produk akal budi seyogyanya dilakukan pihak-pihak yang berwewenang atas seizin pengadilan sebagaimana diatur oleh hukum perundangan yang berlaku dengan mengedepankan aspek penghormatan pada hak asasi manusia, demokrasi, dan keadilan. Prosedur hukum yang dimaksud salah satunya seperti termaktub dalam Surat Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Pelarangan Buku Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010.
4. Mendesak kepada lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) untuk membuka secara bebas arsip-arsip negara yang terkait dengan tragedi 1965 dan pelanggaran HAM berat lainnya sebagai bagian dari upaya kita belajar dan memperkaya khasanah pengetahuan kesejarahan.
5. Mendorong pemerintah, baik pusat dan daerah, menciptakan iklim perbukuan yang sehat, kompetitif, dan memberi perlindungan pada kerja penerbitan, diskusi buku, dan gerakan literasi yang inovatif sebagaimana diamanatkan preambule UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
6. Asas, kerja umum, dan kegiatan harian ekosistem perbukuan membutuhkan aturan main yang jelas dan mengikat semua ekosistem yang bernaung di dalamnya. Oleh karena itu, mendesak Pemerintah dan DPR RI untuk menggodok dan segera mengesahkan UU Sistem Perbukuan Nasional yang demokratis.
7. Mendesak Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) sebagai salah satu dari asosiasi penerbit buku yang menjadi mitra pemerintah dan sudah berpengalaman dalam sejarah panjang perbukuan nasional senantiasa mengambil peran yang signifikan dan aktif-responsif untuk membangun komunikasi yang sehat dengan elemen-elemen masyarakat yang plural.
Pembacaan Maklumat ini didahului oleh pembacaan orasi budaya dari budayawan dan para aktivis literasi. Semoga dunia perbukuan kembali kondusif untuk lahan tumbuh suburnya dinamika intelektual yang mencerdaskan, demi masa depan bangsa yang lebih baik. [t]